Minggu, 06 Februari 2022

28-05-20

Sulit sekali untuk mempercayainya, membenarkannya sekali sekali, memaafkannya, dan menerimanya. Mungkin karena belum pernah kucoba sebelumnya  atau aku sudah mencoba tetapi belum sepenuhnya mencoba. Seperti tidak benar-benar mencoba atau sekedar asal-asalan agar tidak dicap buruk. Walaupun kemudian aku menampar diriku sendiri karena aku percaya baik dan buruk bisa kita ciptakan sendiri. Dan di penghujung paragraf ini kusadari sekali lagi bahwa aku terlalu keras dengan diriku sendiri.

Itu semua mungkin karena aku ingin baik atau tak tega atau sekali lagi ingin dianggap tidak egois dengan menyalahkan orang lain. Tapi di beberapa kesempatan aku selalu mengeluhkan sikap orang lain terhadapku. Aku juga protes kenapa aku diperlakukan seperti itu. Tetapi secara tidak sadar aku menyalahkan orang lain atas kekecewaanku terhadap diriku sendiri. Beginilah sebagian kecil isi kepalaku saat terjaga di malam dan pagi hari. Setelahnya aku membawa perasaan negatif ini ke alam bawah sadarku. Bunga tidur yang harusnya harum dan membuatku tersenyum saat bangun kurusak sendiri.

Bunga-bunga itu selalu layu dan memberi kesan seram. Memekarkan kelopaknya sekaligus menampakkan gambar seram. Aku selalu ketakutan. Dan tak jarang aku bangun dengan muka lesu dan tubuhku semakin lelah. Mimpi-mimpi yang panjang dan aneh.

Terkadang di malam hari aku merengek seperti manusia paling menderita di dunia. Mungkin iya dan pasti tidak. Orang lain dan terkadang aku juga berfikir aku egois. Kemudian fikiran lain bilang manusia umum memiliki egosentris. Lagi-lagi hanya berputar-putar disitu saja.

Beberapa orang aku seperti orang yang memiliki penyakit dalam. Pucat dan tidak bergairah melakukan apapun. Mungkin iya mungkin tidak. Aku masih bingung jika ditanya apakah baik-baik saja atau apa yang aku keluhkan. Sampai di paragraf inipun kalian yang baca tulisan ini mungkin masih bingung aku nulis apa dan lagi njelasin apa.

Sebenarnya aku juga lagi berusaha mengurainya dan aku juga masih kesulitan menemukan jaban atas pertanyaan-pertanyaanku. Kenapa aku lebih banyak murung? Kenapa aku ingin dijauhi orang-orang dan tak mau kesepian? Kenapa aku ingin menghilang tapi juga ingin ditemukan? Kenapa aku ingin pergi tapi juga ditemani?

Kalau aku tidak menemukan jawabannya aku lagi-lagi dan hanya bisa memaki diriku sendiri, menyakitinya, dan mengumpat supaya lekas mati.

Aku sempat berfikir ingin minta tolong tapi pikiran yang lain tak ingin membebani siapapun lagi. sudah cukup mereka kebingungan dan tersakiti karena sikapku. Dan kurasa percuma jika aku belum bisa memaafkan diriku sendiri.

Jika aku sudah kelelahan menangis dan memaki, aku akan tertidur dan melupakan sejenak atau alam bawah sadarku masih memberontak dengan menghantuiku. Jika aku terbangun akan kucoba lagi sebisa ku untuk tidur dan berharap dia datang menemuiku. Dia yang kusayangi.

Aku tak berani lama-lama orang-orang yang kusayangi. Aku akan semakin merasa bersalah. Aku mengecewakan mereka. Mereka kebingungan dan aku masih tak bisa menjelaskannya dengan baik. Akhirnya mereka yang mengalah.

Apakah aku terlihat mengasihani diriku sendiri? Apakah aku terlalu memanjakan diriku sendiri dan bersikap berlebihan? Apa yang harus aku lakukan jika aku tak punya keinginan apapun? Apakah aku benar-benar tidak mengingikan apapun? Bagaimana jika selama iniaku membohongi diriku sendiri? bagaimana jika aku ternyata menipu perawat dan dokter supaya aku bisa dirawat di rumah sakit?

Aku takut. Aku lelah. Sungguh.

Jumat, 29 Mei 2020

Tentang Aku Selama Satu Tahun

Mei '19
Aku selalu buru-buru ingin masuk kamar dan meminta maaf kepada semua orang. Tetapi aku tidak suka dengan orang-orang. Kecuali, orang-orang tertentu.

Juni '19
Setiap hari aku dihantui hantu. Tidurku tak pernah lelap. Badanku sulit bergerak dan mataku sulit terbuka. Tetapi aku masih bisa bertahan. Aku sudah menjauhi sebagian orang. Aku juga mulai kesepian dan selalu mencari pelampiasan.

Juli '19
sudah tak setiap hari momot-momot itu menemui alam bawah sadarku. Aku tak senang, aku semakin sering menangis diam-diam. Aku jarang mandi. Padahal dulu aku tak pernah absen mandi dua kali sehari. Benar juga, seiring berjalannya waktu, isi kelapaku juga berubah. Tak terkecuali dalam hal-hal yang dulu kubenci. Atau karena dulu aku masih mementingkan nilai?

Agustus'19
Circle ku semakin kecil. 

September'19 sampai Mei'20
Aku lupa dan tak ingin mengingat 'kemarin'. Yang kuingat di belasan malam terakhir aku tidur di siang menuju malam dan bangun di malam menuju pagi.

Selasa, 26 November 2019

Depresi


WUHUU, aku rasa tulisan ini bisa saja me trigger para pembaca. Untuk itu, diharap hati-hati dan aku sangat suka jika ada yang mau memberi kritik dan saran atas tulisanku ini. Selamat membaca.
Standar dan nilai dibentuk dari suara masyarakat  mayoritas. Lalu bagaimana kami yang tidak bisa memenuhi standar dan nilai kalian. Akankah kalian bisa menerima kami?
Walaupun hanya dengan sepasang telinga kalian, itu sangat membantu. Jika kalian tak mau mendengarkan kami. Jangan salahkan kami yang merasa lebih nyaman untuk diam dan memendam. Jika masalah ini terus menerus kami pendam ke dalam tabung kami yang punya kapasitas? Bisa saja sewaktu-waktu...doar...tangan kami berdarah, obat tidur kami konsumsi dengan lahap, sungai-sungai berbau anyir mayat. Karena kami tak tahu harus mengekspresikan dengan apa dan bagaimana.
Sekarang sudah tak sedikit orang yang mencoba dan berani speak up tentang kesehatan mental. Mulai dari kalangan artis, seperti Marshanda dan Ariel Tatum. Mereka mencoba membuang makna tabu untuk membicarakan tentang isu kesehatan mental. Mulai dengan membuat konten di channel youtubenya sampai membuat seminar. Selain itu, banyak juga flatfoam dan aplikasi gratis yang tersedia dan bisa diunduh gratis di smartphone kita. Dari data WHO, setiap 40 detik satu nyawa hilang. Isu ini didengung-dengungkan, karena angka kematian ini bisa membuat bergidik ngeri siapa saja yang membayangkannya.
--- Pemuda yang Depresi ---
Dilansir https://www.cnnindonesia.com/ , penelitian yang dipublikasikan di JAMA Pediatrics menemukan, kunjungan gawat darurat karena upaya bunuh diri pada anak berusia 5-18 tahun melonjak dari 580 ribu pada 2007 menjadi 1,1 juta kasus pada 2015. Data ini didapat setelah peneliti menganalisis kunjungan ke unit gawat dararut pada anak-anak.
Wahyu Budi Nugroho, Mahasiswa Pascasarjana Prodi Sosiologi, Fisipol Universitas Gadjah Mada ini melakukan penelitian independennya yang berjudul Pemuda, Bunuh Diri dan Resiliensi: Penguatan Resiliensi sebagai Pereduksi Angka Bunuh Diri di Kalangan Pemuda Indonesia. Dalam jurnalnya ia mencoba mengurai permasalahan tingginya angka bunuh diri pada pemuda dewasa ini kiranya tak dapat lepas dari penelaahan akan apa, siapa dan bagaimana karakteristik dari pemuda itu sendiri.
Banyak ahli yang mendefinisikan arti dari terminus “pemuda”. Talcott Parsons (dalam Barker, 2009: 339) misalnya, mendefinisikan pemuda sebagai mereka yang memiliki posisi sosial di antara anak-anak dan orang dewasa ditinjau melalui segi institusi keluarga, pendidikan dan pekerjaan. Posisi sosial tersebut berimplikasi pada tanggung jawab pemuda yang jauh lebih besar ketimbang anak-anak, namun mereka tetap berada di bawah kontrol orang dewasa (orang tua), suatu kondisi yang cukup dilematis memang. Namun demikian, Parsons ajeg menekankan bahwa karakteristik utama yang dimiliki pemuda adalah kecenderungannya untuk bergabung dengan dunia orang-orang dewasa.
--- Nilai dan Harapan ---
Banyak hal dan setiap orang memiliki penyebab yang berbeda sampai dia bisa mengalami ganguan mental. Siapa manusia yang bisa memahami manusia lain? Sekalipun mereka memiliki hubungan biologis atauun sedekat papaun mereka.
Bahkan sekalipun tenaga profesional. Tiga psikologi yang kuhubungi tak cukup membuatku ingin lagi bertemu dengan psikologi lain. Mereka hanya menyuruhku ikhlas dan bersyukur? Terlepas dari itu. Dukungan juga sangat itu sangat kami perlukan. Kami tidak butuh penilaian kalian tentang itu. Kami butuh cara bagaimana untuk bersyukur dan menerima diri kami sendiri.
Manusia merdeka itu manusia yang bagaimana? Menurutkku ia yang bisa memilih sebebas-bebasnya pilihan dan jalan hidup kami. Jika kami memaksakan, kami harus menerima resiko yang seharusnya tidak kami terima.
Itu juga penting untuk kalian tahu. Harapan kalian, para orang tua, juga sangat penting untuk kami. Nilai yang bagus, lalu masuk universitas faforit, kerja yang mapan, punya rumah bagus, dan apalah itu. Jika aku hidupku hanya untuk memenuhi harapan-harapan kalian, lalu tak boleh kah aku egois? Aku tak bisa bernafas bebas, terikat dengan nilai-nilai yang kalian bentuk.
--- Stigma Kurang Bersyukur dan Kurang Iman ---
Dilansir pijarpsikologi.org, ada sebuah penelitian yang menemukan sebanyak 75% orang dengan gangguan mental mengaku pernah mengalami stigma negatif dari masyarakat. Angka tersebut seakan-akan menggambarkan perilaku masyarakat kita yang minim edukasi, tapi mengedepankan persepsi. Banyak orang masih beranggapan bahwa kesehatan dan gangguan mental adalah sesuatu yang tabu dan layak untuk dihindari. Banyak isu-isu yang sengaja tidak dibicarakan karena pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait kesehatan mental masih sebatas hal gaib yang hanya dapat disembuhkan oleh dukun.
Masih di artikel yang sama dijelaskan juga salah satu stigma yang berkembang di masyarakat bahwa Depresi Disebabkan Karena Kurang Iman dan Kurang Bersyukur.  Padahal komentar yang mencemooh tersebut justru akan semakin membuat orang dengan depresi semakin tenggelam dalam fase depresinya. Depresi bukan tentang bersyukur.
Media informasi dan konsultasi psikologi gratis yang berdiri sejak 2015 ini juga menjelaskan bahawa orang-orang dengan depresi klinis memiliki rasa rendah diri yang besar, memiliki perasaan bersalah yang tinggi, dan bahkan memiliki keinginan untuk mati. Depresi juga bukan karena kurangnya ibadah dan hubungan dengan Tuhan. Seseorang yang mengalami depresi juga pergi beribadah ke gereja, melakukan meditasi bagi penganut Budha, rajin sholat serta puasa bagi Muslim, tetapi masih saja depresi. Mereka masih mengalami depresi, panic attack, melakukan self-cutting, dan masih berpikir untuk bunuh diri. Jadi, depresi tidak hanya sekadar tentang tingkat keimanan, ketagwaan, dan relasi seseorang terhadap Tuhannya. Namun, depresi lebih dari itu.
--- Yang Harus Kalian Tahu ---
Dalam channel youtube menjadi manusia, untuk memperingati hari kesehantan mental. Dibuat konten yang berisi investigasi tentang beberapa jenis penyakit mental. Lalu, apa yang harus kita lakukan ketika ada orang terdekat kita yang mempunyai kesehatan mental. Di video terseut dijelaskan oleh salah satu psikolog bahwa setiap dari kita tak punya tanggungjawab untuk membantu mereka sampai sembuh. Tetapi, yang paling harus dilakukan adalah dengan membawa mereka ke tenaga profesional. Sekian.

Rabu, 13 November 2019

Gedubrak


Harapan yang kosong
Tadi pagi hujan tak mau berhenti
Rasa yang dimakan waktu
Semua berlalu tanpa sempat ku bersua kepada dunia
Impian yang semu
Terus berjalan tanpa tahu kemana harus berlabuh
Seperti awan gelap yang selalu kembali ke atas kepalaku
Sementara dengan kekekalan yang tak kita pernah tahu
Menuntunku sambil membisikkan cinta, harapan, dan juga ikatan
Tanpa mau memberiku kesempatan
Tuk keluar dan berhembus
Tak kurasakan bab selalu ku abaikan
Leherku kucekik
Mataku menyipit
Tanganku menangis merah
Tubuhku jatuh sejatuh jatuhnya ke jurang terdalam di seluruh alam semesta
Lalu ditempa, ditekan, lalu tak bisa bangun lagi
Hari pun terus berlalu
Ku terdiam
Di tengah malam
Ku tertawa
Di atas semuanya
Ku ingin pulang
Membenamkan tubuhku, pulang.

Jumat, 08 November 2019

SORAI


14 derajat celsius
Ubun-ubunku yang hangat harus berbagi kehangatannya kepada kedua tanganku yang memutih karena hari memulai lagi. Dimana aku nanti ngopi? Baju apa yang kupakai untuk dua hari kedepan? Bagaimana aku menghabiskan hari ini?
01.17 AM
Kenapa aku masih hidup? Tadi ibuku membawa samurai menatap tajam mataku dan menyusulku ke lantai dua. Ia membunuhku dan semuanya putih. Seorang ibu membunuh anaknya sendiri yang durhaka, kurang lebih seperti itu headline yang tertera di koran.
Dunia kapuk
Kenapa setiap scene berganti dengan cepat tetapi masih jelas? Sepertinya pikiran-pikiran ku kemarin siang berubah menjadi monster jahat yang masuk dan menggodaku di sini. Ibu dan bapak masih tetap dengan argumennya masing-masing. Kata bapak, bapak sudah mengalah. Kata ibuk, yang penting anak-anaknya bahagia. Kata nenek, nenek tak punya hak apapun untuk ikut campur urusan anak cucunya.
Bumi
Disini aku bermain peran sesuka ku. Tapi akhir-akhir ini aku tak suka dengan peranku yang menjaadi diri sendiri. Aku adalah aku yang menjadi aku yang tak suka. Tapi kenapa kalo aku enggak suka sama diriku sendiri?. Kecewa, sedih, marah, “itu hanya perasaan belaka” katanya begitu. Sialnya, aku termakan kalimat itu.
Sekali di setiap jam yang terlewati
24 jam. Aku tidur rata-rata jam sepuluh malam dan bangun jam lima pagi, tujuh jam. 24-7 = 17 jam aku hidup. Berati tujuh belas kali aku merasa sia-sia.
Masihkah ada waktu yang banyak untuk sampai pada titik kebahagianku yang utopis? Untuk apa? Katamu dulu hidup untuk sang pencipta sudah lebih dari cuku, Nan? Lah, sudah meregang apa-apa yang dulu aku genggam erat. Semoga, ya hari itu, aku bisa meninggalkan bumi dengan baik.[1]
Potongan-potongan kecil
-      Malam hari. Ada bapak, ibuk, dan juga aku. Kita habis banja-banja manja. Aku yang capek akhirnya dipunji sama bapak sambil merem nikmatin angin malam yang katanya gabaik buat kesehatan tapi nyatanya enak banget. Ibuk jalan di samping bapak. Mereka ngobrolin banyak hal, seingetku. Mereka juga ngerasani aku, tapi aku lupa apa yang mereka bicarakan. Tapi, tanpa disangka momen ini adalah momen yang paling nyaman dan bahagia yang paling baik kesimpen di memori.
-      Dulu, bapak kalo dagang bakso pakek sepatu olahraga, pacakane mbois ilakes. Kalo sekarang boro-boro pakek celana panjang, seringnya sekarang pakek celana pendek sama kaos. Tapi dulu keknya seru banget gitu. Sebelum berangkat, biasanya aku suka ngerjain bapak. Kadang tak suruh nggambar binatang(yang paling aku inget si gambar bebek yang sering digambar bapak, wkwk). Pernah juga bapak  tak suruh jadi kuda terus aku tunggangin. Keliling-keliling rumah sepetak yang dulu bergema cekikikan kita bertiga.
-      Kalo ibuk, aku lebih inget cara dia nerapin disiplin waktu dan urus tetek bengek pekerjaan rumah. Ibuk itu suka kebersihan sama kerapian. Walopun rumah di Jakarta itu kecil, tapi selalu rapi dan bersih.


Hal-hal yang terus berputar setiap hari selama beberapa bulan terakhir. Sulit untuk melepasnya, tanganku sudah terlalu erat menggenggam. Sampai suara itu terdengar lagi, genggamanku akan semakin erat. Aduh, tanganku sakit! 
Lalu, ku ambil tali ku ikatkan potongan-potongan ini menjadi satu. Di ujung yang lain, kulilitkan di tangan kiriku. Semakin keras suara itu, mataku semakin tertutup rapat, tangan kananku semakin sibuk melilitkan tali. Crot...urat nadiku hampir putus!
Inikah ketenangan itu, Tuhan?! Aku mati di akhir cerita. Selamat tinggal.

[1] Tanpa tangisan berlebih dan kebahagian berlebih.

Jumat, 11 Oktober 2019

Aku Tak Sendiri

dapatkah aku keluar sendiri?
melewati pasar, sekolah, dan menyebrang rel kereta sendiri?
walaupun di pasar, perempuan bersorban tidak baik katanya pergi membeli timun sendirian?
walaupun di sekolah perempuan tidak boleh memakai celana?
walaupun untuk menyeberang kereta harus tengok kiri kanan?

jika aku keluar sendirian
dapatkah aku sendirian
melewati berbagai macam orang
menjawab pertanyaan-pertanyaan liar
menjabat semua tangan mereka

karena aku tak pernah keluar sendirian
aku ditemani dia
dia yang tiba-tiba datang mengetuk pintu rumahku
dan dalam hitungan menit mampu membuatku percaya ada sosok yang bisa membantuku
tetapi apakah aku boleh terus bersamanya, Tuhan?

*sebenernya kalo mau paham sama tulisan di atas harus baca dulu tulisan di bawah, ehe.
https://fernandaariyanto.wordpress.com/2019/10/09/tamu-tak-diundang/

Sabtu, 15 Juni 2019

19 Tahun 6 Bulan 8 Hari

Sebenernya banyak banget bintangnya, tapi yang keliatan di kamera cuma satu, ehe.

Syair Indah yang Kau Sukai


Masih kunikmati
Masih kudengarkan
Masih kuhafalkan
Masih kudendangkan
Untuk nanti kita nyanyikan bersama
Untuk nanti kita nikmati bersama
Untuk nanti kita pahami bersama
Karena..
Bersamamu, aku suka
Bersamamu, aku bisa sendu dengan suka
Bersamamu, aku bisa berduka dengan suka
Bersamamu aku suka karena kamu yang aku suka
Jika yang kita maknai salah, berati kita bisa lebih lama bersama
Jika kita belum bisa menikmati, berati kita bisa lebih lama saling mengenal
Jika kita masih belum bisa bernyayi bersama, berati kita bisa berlatih bersama
Wahai manusia di seluruh kerak bumi, ada insan yang selalu ingin bersama insan yang lain
Wahai seluruh tanaman berakar, bisakah kalian bantu kita agar terus bernafas untuk kita lebih lama bersama?
Wahai seluruh mamalia, reptil, amfibi, dan selain itu, bantu kami bertahan hidup, agar bisa terus berlatih, bernyanyi, dan bersama
Dan Tuhan, maafkan kami, yang sedang antusias jatuh cinta
Serta terimakasih, kami bertemu untuk bersama


Umurku hari ini 19 tahun 6 bulan 8 hari.
Di umur itu, aku lagi bingung-bingungnya sama hidup.
Di umur itu, otak sama hati lagi pada rebutan posisi untuk jadi prioritas.
Di umur itu, lagi banyak-banyaknya impian yang pengen dicapai.
Di umur itu, lagi sering-seringnya depresi.
Di umur itu, lagi pengen-pengennya main.
Dan masih banyak lagi.

Karna, kalo aku udah 20 tahun;
Di umur itu, aku pengen udah bisa menikmati pilihan hidupku.
Di umur itu, aku pengen udah bisa ngatur jadwal otak sama hati.
Di umur itu, aku pengen udah bisa ngelangkah ke impian aku.
Di umur itu, aku pengen udah bisa bangkit lagi kalo depresi.
Di umur itu, aku pengen udah bisa ngatur waktu aku bisa main-main dan waktu untuk serius.
Dan masih banyak lagi.
Random lagi yak. Ehe..

28-05-20

Sulit sekali untuk mempercayainya, membenarkannya sekali sekali, memaafkannya, dan menerimanya. Mungkin karena belum pernah kucoba sebelumny...