Minggu, 27 Januari 2019

Sudut Pandang Pemeran Utama


Kacau ya, sementara air mata ini deras mengalir. Lega sebenarnya. Aku tak perlu bersusah payah menahan sesak di dada. Banyak hal yang membuatku ingin keluar rumah. Salah satunya aku ingin menangis sendirian tanpa tahu orang lain. Dan aku rasa diluar sana juga banyak ketidakadilan terjadi.

Aku ingin menjelajah hutan ini, ya aku sudah mantap. Aku akan membawa luka ini pergi. Nanti, jika hujan turun, sekali-kali aku ingin berlari agar topeng ini tak sengaja jatuh. Biarkan jatuh, tapi nanti aku akan berusaha tetap menyapa buaya yang menunggu kancil datang, aku akan menjatuhkan daun agar semut tidak tenggelam, atau aku juga akan mencegah pemburu di tikungan depan sana agar tak menembak burung sembarangan.

Kau tak mau tahu kah? Air mataku masih deras mengalir dari kedua sudut mata ini. Sekarang kening ku ikut mengkerut masih ingin bertanya banyak hal. Hidungku tersumbat aliran syaraf yang ingin keluar.

Aku budak puan, yang ku nampak hanya punggunggnya yang sang puan sedang melihat punggung tuan lain. Alunan yang sang puan suka, aku suka dan aku dengarkan sekarang dengan sisa air mata yang mengering di pipi. Sudah kering, dulu deras mengalir saat ia tahu sang puan menyaksikannya untuk sang pujaan.

Sebelum itu, aku sering tersenyum membayangkan sang puan bertingkah, dari mulai berjalan, berbicara, menatap, berdiam, atau bahkan tertidur. Ia mengenang bayangan mereka terpampang di jalanan aspal dan matahari yang terik membuat bayangan itu semakin tajam. Ia teringat lagi saat sang puan membawa air hangat tanda penghargaan atas diriku. Dan masih banyak hal lain.

Aku butuh apa saja ya? Aku hanya butuh tekad kan? Sebentar, tetapi aku masih ingin bermain gitar disini dan bernyayi lagu kesukaan sang puan bersama sang puan. Dia dimana sekarang? Apakah ia tetap tak terlalu peduli dengan kulit putihnya? Ia harus makan tiga kali sehari kan? Terlalu sering tidur di pagi hari juga tak elok kan untuk jasmaninya? Pastikan iya dan semakin masam aku.

Sementara, biarkan dulu itu disitu. Ada masalah lain di luar sana yang harus aku bantu untuk menyelesaikannya. Ya, semampuku saja tetapi aku akan maksimal. Dan ketika nanti keadaan sudah netral, akan aku cari jawaban itu.

Aku sudah pernah menulis satu halaman dengan font size 11, spasi 0,5, penuh satu halaman (20x15) cm. Mulai dari asalnya, apa yang ia lakukan saat itu, kesibukannya, lagu kesukaannya, mata merahnya, bau tubuhnya, ketenangannya, dan masih buanyak dan kurasa itu hanyalah hal-hal kecil yang ada di permukaannya saja.

Waktu kutulis itu, sungguh hanya kejahilan tangan yang sekarang aku puja-puja. Aneh rasanya seperti ini. Oleh karena itu, aku ingin pergi ke hutan, mencari hal lain. Aku laki-laki lho, banyak hal lain yang masih mengganjal disini, dihatiku. Utamanya sang puan.

Di paragraf terakhir aku sadari, air mata di pipiku sudah kering sempurna, aliran udara di hidung sudah lancar, dan keningku sudah licin lagi. Aku senang, ku akhiri dengan beberapa baris sajak, ya.

SEBENTAR PUAN

Puan, mau tak tunggu sebentar?
Aku pergi sebentar
Aku lari sebentar
Aku intip dunia luar sebentar

Jika nanti puan rasa sudah terlalu lama
Bisa puan akhiri sendiri
Bisa puan tutup sendiri
Jika saja puan menoleh kebelakang dan itupun tidak butuh waktu lama

Apakah puan tetap dipunggungi sang tuan?
Sang tuan mungkin sepertiku
Sang tuan bisa saja sepertiku
Apakah puan tetap ingin melihat punggung sang tuan?

Baiklah sebentar saja
Jangan menoleh kebelakang dulu
Jangan lelah dipunggungi dulu
Aku hanya sebentar saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

28-05-20

Sulit sekali untuk mempercayainya, membenarkannya sekali sekali, memaafkannya, dan menerimanya. Mungkin karena belum pernah kucoba sebelumny...