Kacau
ya, sementara air mata ini deras mengalir. Lega sebenarnya. Aku tak perlu
bersusah payah menahan sesak di dada. Banyak hal yang membuatku ingin keluar
rumah. Salah satunya aku ingin menangis sendirian tanpa tahu orang lain. Dan
aku rasa diluar sana juga banyak ketidakadilan terjadi.
Aku
ingin menjelajah hutan ini, ya aku sudah mantap. Aku akan membawa luka ini
pergi. Nanti, jika hujan turun, sekali-kali aku ingin berlari agar topeng ini
tak sengaja jatuh. Biarkan jatuh, tapi nanti aku akan berusaha tetap menyapa
buaya yang menunggu kancil datang, aku akan menjatuhkan daun agar semut tidak
tenggelam, atau aku juga akan mencegah pemburu di tikungan depan sana agar tak
menembak burung sembarangan.
Kau tak
mau tahu kah? Air mataku masih deras mengalir dari kedua sudut mata ini.
Sekarang kening ku ikut mengkerut masih ingin bertanya banyak hal. Hidungku tersumbat
aliran syaraf yang ingin keluar.
Aku budak
puan, yang ku nampak hanya punggunggnya yang sang puan sedang melihat punggung
tuan lain. Alunan yang sang puan suka, aku suka dan aku dengarkan sekarang
dengan sisa air mata yang mengering di pipi. Sudah kering, dulu deras mengalir
saat ia tahu sang puan menyaksikannya untuk sang pujaan.
Sebelum
itu, aku sering tersenyum membayangkan sang puan bertingkah, dari mulai
berjalan, berbicara, menatap, berdiam, atau bahkan tertidur. Ia mengenang
bayangan mereka terpampang di jalanan aspal dan matahari yang terik membuat
bayangan itu semakin tajam. Ia teringat lagi saat sang puan membawa air hangat
tanda penghargaan atas diriku. Dan masih banyak hal lain.
Aku butuh
apa saja ya? Aku hanya butuh tekad kan? Sebentar, tetapi aku masih ingin
bermain gitar disini dan bernyayi lagu kesukaan sang puan bersama sang puan. Dia
dimana sekarang? Apakah ia tetap tak terlalu peduli dengan kulit putihnya? Ia
harus makan tiga kali sehari kan? Terlalu sering tidur di pagi hari juga tak
elok kan untuk jasmaninya? Pastikan iya dan semakin masam aku.
Sementara,
biarkan dulu itu disitu. Ada masalah lain di luar sana yang harus aku bantu
untuk menyelesaikannya. Ya, semampuku saja tetapi aku akan maksimal. Dan ketika
nanti keadaan sudah netral, akan aku cari jawaban itu.
Aku sudah
pernah menulis satu halaman dengan font size 11, spasi 0,5, penuh satu halaman (20x15) cm. Mulai dari asalnya, apa yang ia lakukan saat itu, kesibukannya, lagu
kesukaannya, mata merahnya, bau tubuhnya, ketenangannya, dan masih buanyak dan
kurasa itu hanyalah hal-hal kecil yang ada di permukaannya saja.
Waktu
kutulis itu, sungguh hanya kejahilan tangan yang sekarang aku puja-puja. Aneh rasanya
seperti ini. Oleh karena itu, aku ingin pergi ke hutan, mencari hal lain. Aku
laki-laki lho, banyak hal lain yang masih mengganjal disini, dihatiku. Utamanya
sang puan.
Di paragraf
terakhir aku sadari, air mata di pipiku sudah kering sempurna, aliran udara di hidung
sudah lancar, dan keningku sudah licin lagi. Aku senang, ku akhiri dengan
beberapa baris sajak, ya.
SEBENTAR
PUAN
Puan, mau tak tunggu sebentar?
Aku pergi sebentar
Aku lari sebentar
Aku intip dunia luar sebentar
Jika
nanti puan rasa sudah terlalu lama
Bisa
puan akhiri sendiri
Bisa
puan tutup sendiri
Jika
saja puan menoleh kebelakang dan itupun tidak butuh waktu lama
Apakah
puan tetap dipunggungi sang tuan?
Sang
tuan mungkin sepertiku
Sang
tuan bisa saja sepertiku
Apakah
puan tetap ingin melihat punggung sang tuan?
Baiklah
sebentar saja
Jangan
menoleh kebelakang dulu
Jangan
lelah dipunggungi dulu
Aku
hanya sebentar saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar